• Indonesia adalah pasar uang elektronik paling berharga yang belum dimanfaatkan APAC: 66% penduduknya “tidak memiliki rekening bank” (tidak memiliki rekening bank) dan hanya 11% dari pengguna aplikasi e-money adalah pengguna reguler.
• Wanita muda Indonesia menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan membuka jalan untuk mengadopsi e-money.
• Kemitraan pedagang membuka peluang untuk penggunaan e-money setiap hari dan sangat penting untuk e-money itu sendiri sebagai sarana pembayaran Indonesia untuk melakukan pembelian dalam frekuensi yang tinggi.
• Mendidik orang Indonesia mengenai keamanan dan manfaat sangat penting untuk mengurangi hambatan dalam mengadopsi layanan e-money di masyarakat.
Indonesia adalah salah satu pasar yang paling tidak tersentuh di sektor keuangan digital APAC. 66% dari 260 juta penduduk Indonesia “tidak memiliki rekening bank”. Dan sementara 66% dari populasi saat ini didukung dengan akses internet, kurang dari 40% pengguna ponsel pintar di Indonesia telah menggunakan aplikasi layanan keuangan sebelumnya. Ini mengejutkan, mengingat jumlah aplikasi keuangan digital di negara Indonesia telah meningkat 6 kali lipat sejak 2010, sehingga total menjadi 140. Dan dalam kategori tersebut, sudah ada 19 yang berasal dari penyedia e-money yang mana tidak memerlukan adanya rekening bank.
Terdapat potensi yang besar (dan pertumbuhan) yang jelas di Indonesia, tetapi di pasar kelihatannya peluang untuk merek e-money sudah baik, mengapa ada adopsi, frekuensi penggunaan, dan pengenalan merek yang rendah? [restrict]
Nampaknya, orang Indonesia yang tidak memiliki rekening bank akan sangat bersemangat untuk mengadopsi e-money, mengingat kenyamanannya dan tidak adanya biaya bulanan yang biasanya terdapat pada bank. Tetapi diantara minoritas pengguna aplikasi e-money, hanya 11% adalah pengguna rata-rata harian.
Itulah mengapa sebagian besar perkiraan nilai transaksi e-money **di Indonesia pada tahun 2017 adalah hampir $ 1 miliar, tetapi konsumen yang tidak memiliki rekening bank hanya berkontribusi sebesar 9% saja dari perkiraan nilai transaksi e-money tersebut. Ada potensi yang besar (dan pertumbuhan) di Indonesia, tetapi di pasar kelihatannya peluang untuk merek e-money sudah dikatakan baik, mengapa ada adopsi, frekuensi penggunaan, dan pengenalan merek yang rendah?
Untuk mengetahui hal tersebut lebih dalam lagi, kami melalukan penelitian secara berlapis dengan metode GfK di enam kota utama Indonesia – Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Medan – menggunakan survei online dari 1.351 konsumen serta pengukuran digital secara pasif terhadap 5.000 responden Antara bulan April – November 2017. Berdasarkan hasil temuan kami, kami telah memecah tiga wawasan utama untuk membantu merek e-money lebih terhubung dengan konsumen Indonesia yang tidak memiliki rekening bank.
1.Wanita Indonesia akan menjadi pengadopsi awal e-money yang ingin sekali menggunakannya
Ketika kami melihat alasan mengapa orang Indonesia menggunakan e-money, survei kami menunjukkan bahwa 48% wanita berusia 25-28 dan 46% berusia 29-34 sudah menggunakannya untuk membeli kebutuhan sehari-hari seperti makanan, minuman, dan bahan makanan secara online. Dibandingkan dengan 28% dan 32% pria dalam kelompok usia yang sama, ini menunjukkan bahwa wanita lebih sering menjadi pengambil keputusan dalam hal belanja rumah tangga dan belanja online. Jenis-jenis pembelian domestik berfrekuensi tinggi jauh lebih mudah dipengaruhi oleh merek e-money, dibandingkan dengan pembayaran biaya rutin seperti keperluan rumah tangga dan tagihan, yang umumnya dibayar oleh anggota keluarga laki-laki.
Penting untuk mencatat hal tersebut lebih dari setengah populasi Indonesia dibawah usia 30 tahun dan sepertinya mendapatkan kenyamanan dalam menggunakan layanan digital dan e-money. Dalam catatan, studi kami menunjukkan bahwa 68% dari usia 18-24 tahun – hingga wanita lebih tua telah menggunakan e-money untuk melalukan pembayaran belanja online. Dibandingkan 58% pria pada kelompok yang sama.
2. Kemitraan pedagang akan menjadi instrument untuk adopsi e-money
Ketika kami melakukan survei pengguna e-money yang memiliki rekening bank dan tidak memiliki rekening bank, tiga alasan paling umum untuk menggunakan e-money adalah untuk membayar belanja online (84%), membeli paket data untuk smartphone (47%), dan membayar tagihan rutin (28%). Namun, tingkat penggunaan e-money jauh lebih rendah untuk pembelian atau pembayaran secara offline seperti belanja di toko untuk fashion jilbab, transportasi harian, atau membayar nasi goreng – transaksi digital hanya mungkin terjadi jika penyedia e-money bermitra dengan para pedagang.
Ketika kami menanyakan kepada masyarakat apa yang mendorong mereka menggunakan aplikasi e-money, mayoritas responden (87%) mengatakan mereka mencari program diskon dan promosi terkait makanan dari merek e-money, dan 85% lagi mencari toko atau merchant yang telah bekerja sama dengan merek e-money, baik itu offline ataupun online.
3. Orang Indonesia perlu jaminan perihal e-money
Karena digital banking relatif masih baru di Indonesia, konsumen masih memiliki kekhawatiran terkait validitas mengenai keamanan dan manfaatnya.
Dalam penelitian kami, 50% orang Indonesia yang tidak memiliki rekening bank mengatakan mereka tidak melihat manfaat apa pun dalam menggunakan aplikasi dompet digital (e-wallet). Dan, kedua orang Indonesia yang tidak memiliki rekening bank (20%) dan orang Indonesia yang memiliki rekening bank (33%) mengatakan mereka memiliki kekhawatiran tentang hilangnya data pribadi yang diakibatkan dari pencurian data pribadi melalui ponsel pintar.
Karena kesadaran dan juga perbincangan seputar keuangan digital tumbuh di Indonesia, pencarian telah menjadi sumber daya untuk belajar lebih banyak tentang industri. Penulusuran untuk dompet digital di Indonesia naik 55% YoY (Year over year) di 2017, dan hampir separuh (46%) orang Indonesia dalam penelitian kami mengatakan pencarian Google adalah pemberhentian pertama mereka untuk mencari informasi tentang aplikasi e-money (pertanyaan yang paling umum adalah tentang penyedia e-money, merek e-money, manfaat e-money, cara mendaftar di aplikasi e-money, dan cara mengisi ulang e-money).
Melibatkan orang yang tidak memiliki rekening bank: Masa depan merek e-money dimulai dari sekarang.
Dalam beberapa tahun ke depan, industri perbankan di Indonesia akan tumbuh kian bernilai dan juga mengalami peningkatan dalam hal persaingan. Sekarang saatnya untuk melakukan sesuatu. Seperti perumpamaan burung-burung awal akan mendapatkan cacing terbesar, dan ada banyak peluang bagi merek untuk muncul dan membuat kehadiran mereka diketahui.
Meskipun ada lebih dari 100 aplikasi di pasar, konsumen dalam penelitian kami tidak dapat mengingat lebih dari dua aplikasi spesifik, rata-rata. Dengan begitu sedikit merek yang menonjol. Dan pasar uang elekronik Indonesia siap untuk dijalankan. Berikut adalah tiga kiat-kiat yang dapat digunakan untuk memulai dan membangun merek e-money:
1)Temukan dan libatkan pengguna awal
Berdasarkan penelitian kami, jelas bahwa di antara penduduk Indonesia yang cerdas secara digital, wanita di Kota tingkat 1 dan 2 – terutama yang berusia 25-34 tahun dan memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi – kemungkinan akan menjadi pengadopsi dan pengabar yang cepat untuk solusi e-money. Berfokuslah untuk mengidentifikasi dan bermitra dengan pengabar merek dan influencer yang beresonansi dengan audiens dan mengembangkan kampanye yang berfokus pada wanita yang memanfaatkan minat dan kebiasaan belanja online mereka.
2)Bermitra dengan pedagang online dan offline
Untuk meningkatkan penggunaan aplikasi harian Indonesia, konsumen membutuhkan berbagai peluang menarik untuk melakukannya.
Studi kami menemukan tiga aplikasi — GoPay, TokoCash, dan GrabPay — yang 40% lebih mungkin untuk digunakan setiap hari dan memiliki 1) berbagai pilihan kemitraan penjual offline dan online, 2) berbagai produk dan layanan ( seperti memanggil transportasi online, pengiriman makanan dari restoran ke rumah, atau pengisian pulsa instan untuk tagihan dan kegunaan lainnya), dan 3) kemampuan untuk mentransfer uang secara elektronik ke pengguna lain.
Fokus pada peningkatan kesadaran dan mempromosikan manfaat utama pada platform untuk audiens target Anda. Berbagai kemitraan dengan pedagang online dan offline juga dapat membantu mendorong penggunaan uang elektronik untuk melakukan pembelian rutin secara harian. Terutama jika wanita Indonesia memiliki kesempatan untuk menggunakan e-money untuk berbelanja di toko untuk hal-hal seperti fashion hijab atau kebutuhan peralatan kecantikan dan kosmetik.
3) Gunakan pencarian untuk mendidik dan menginformasikan
Penelusuran untuk e-money dan dompet digital sedang meningkat di Indonesia, tetapi orang-orang masih belum merasakan mendapatkan informasi atau cukup nyaman untuk mengunduh dan menggunakannya secara rutin. Kabar baiknya adalah minat penelusuran dan respons survei mereka menunjukkan keinginan yang kuat untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat uang elektronik.
Penyedia e-money yang dominan di Indonesia — baik bank maupun non-bank — harus terlihat ketika konsumen online ingin mempelajari perihal keamanan dan manfaat e-money. Investasikan dan ciptakan kampanye e-money dan kemitraan yang dapat memicu diskusi di antara teman dan keluarga. Selain itu, awasi juga tren penelusuran yang relevan untuk memastikan kata kunci dan pesan iklan pencarian Anda selaras dengan topik yang diminati oleh orang Indonesia.
Metodologi
Studi dompet digital Google / GfK terdiri dari survei online terhadap 1.351 konsumen, serta pengukuran digital secara pasif terhadap 5.000 responden pada periode antara bulan April – November 2017. Sampel konsumen adalah 52% pria, 48% wanita, antara usia 18–45 tahun dan di enam kota utama di seluruh Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Medan).
*Dalam penelitian kami, “e-money” didefinisikan sebagai mata uang digital dimana pembayaran dan transaksi elektronik diselesaikan
** Hanya e-money berbasis server yang dilacak dan dianalisis
[/restrict]